Rabu, 24 Juli 2013

Kasus Bioremediasi Chevron, Kriminalisasi Buat Industri Migas



Lagi, dunia investasi migas nasional Indonesia tercoreng. Kali ini, perusahaan kelas dunia Chevron yang kena getahnya. Pekan lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis tiga karyawan Chevron Pacific Indonesia (CPI) dengan hukuman dua tahun penjara dan sejumlah denda dengan kisaran Rp 100-200 juta, terkait kasus bioremediasi. Sejumlah pelaku industry migas menilai kasus ini merupakan tindak kriminalisasi terhadap perusahaan migas dan bisa mengancam investasi dalam jangka pendek hingga panjang.


Adakah yang salah dengan putusan Pengadilan Tipikor? Sebagai orang awam, saya menilai kasus ini agak aneh dan bisa jadi preseden yang buruk bagi dunia migas kita. Jelas-jelas yang memberikan keputusan adalah: Pengadilan Tipikor, tapi dakwaannya semua dikaitkan dengan kasus lingkungan. Lalu dimana tindak korupsinya?

Kalau dibilang proyek tersebut merugikan negara karena sistem PSC kita yang menggunakan sistem cost recovery, lalu dimanakah kerugiannya? Pasalnya SKK Migas menyatakan bahwa negara belum mengeluarkan sesen rupiah pun untuk proyek ini. Cost untuk proyek ini masih dihold.

Asosiasi Perminyakan Indonesia atau Indonesian Petroleum Association langsung melayangkan keprihatinannya atas keputusan tersebut. IPA menegaskan kepastian hukum dan regulasi sangat diperlukan untuk menciptakan iklim investasi dan produksi yang stabil. Sementara keputusan pengadilan dinilai telah menciptakan ketidakpastian hukum bagi para anggota IPA karena dalam proses peradilan, dua institusi pemerintah yaitu Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan SKK Migas menyatakan bahwa proyek Bioremediasi yang dilakukan oleh Chevron adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

“Keputusan pengadilan tersebut akan memberikan konsekuensi yang luas bagi industri migas dan berdampak negatif terhadap iklim investasi di Indonesia, di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi guna menjaga produksi migas yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata IPA.


Kriminalisasi KKS merupakan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan bagi  para pelaku industri migas, baik perusahaan nasional maupun multinasional, dan telah  menimbulkan kecemasan yang tinggi di kalangan pekerja Kontraktor KKS sehingga dapat menyulitkan dan menurunkan efektifitas operasi migas di Indonesia, tegasnya. 

Memang sangat ironis vonis tersebut dilakukan di tengah usaha pemerintah untuk menggenjot produksi migas ke level 1 juta barel per hari. Dan lagi, hingga saat ini Chevron masih tercatat sebagai perusahaan migas yang memproduksi minyak terbesar dari daerah operasinya di Sumatra. Chevron memproduksi sekitar 300,000-an barrel per hari hingga saat ini.

Menurut saya yang lagi-lagi awam, alangkah baiknya seluruh instansi di negara ini memiliki kesepahaman yang sama mengenai target-target pemerintah. Jangan sampai ego sektoral malah merugikan sektor lainnya. Untuk saat ini, tanpa kasus keputusan bioremediasi ini, sudah banyak masalah yang dihadapi oleh industi migas yang dinilai sebagai disinsentif bagi investasi migas dan kontraproduktif bagi target produksi pemerintah. 

Twitter: @chandrawinata83
Facebook: chandrawinata83

Captions Foto:
1. Tribunnews.com 2.  Whatindonews.com



Rabu, 17 Juli 2013

Jero Wacik, the Indonesian controversial minister





Jero Wacik bisa jadi merupakan salah satu selebriti. Bukan hanya karena posisinya yang mantan Menteri Pariwisata menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, lamanya mengambil keputusan, tapi juga lontaran kata-katanya terkait dengan media yang sangat kontroversial.

Liat saja pernyataannya baru-baru ini yang menyebut yang menyebut media online tidak jelas dan pemberitaannya seperti 'surat kaleng'.  Kontan saja pernyataan tersebut mengundang protes dari wartawan.  Bahkan Ikatan Wartawan Online (IWO) melaporkan sang menteri ke Bareskrim Mabes Polri.

Jero Wacik memang telah membela diri dengan mengatakan bahwa pernyataan media online sebagai surat kaleng bukan ditujukan kepada media yang bersangkutan ataupun jurnalisnya. 

Itu bukan kali pertama Jero Wacik kepeleset lidah. Sebelumnya ia menyarankan anak buahnya di SKSP Migas (sekarang menjadi SKK Migas) untuk mengajak makan siang wartawan untuk memberikan penjelasan mengenai bisnis hulu. Tak hanya itu, Jero juga menghimbau SKSP Migas untuk memberikan hadiah bagi wartawan yang memuat berita dengan benar. 

"Begitu dimuat, periksa muatannya, sudah benar belum. Kalau mau kasih hadiah, kasih hadiah. Kalau nggak mau kasih hadiah nggak apa-apa, tetapi kebangetan. Masa, segede BP Migas nggak pernah mau kasih hadiah. Salah juga. Wartawan kan rakyat, jadi harus pro rakyat," ujar Jero (19/11), seperti dikutip merdeka.com.

Sudah terang benderang bahwa pernyataan tersebut melukai hati wartawan yang dinilai hanya money-oriented.

Selain terkait urusan dengan media, Jero Wacik memang sering melontarkan kalimat-kalimat yang terkesan sekenanya. Sebut saja, ketika ditanya soal perpanjangan Blok Mahakam yang akan habis masa kontraknya tahun 2017.

Mau tahu jawabannya? Menurutnya keputusan tersebut ada kemungkinan akan diputuskan pada pemerintahan baru, yakni 2014. Menurut Jero, pihaknya menginginkan kontrak Blok Mahakam diputuskan secepatnya. Namun, kata Jero, banyak pihak yang menaruh curiga bahwa keputusan Blok Mahakam akan disalahgunakan untuk kepentingan politik.

Padahal masalah Mahakam ini adalah masalah pelik yang membutuhkan keputusan cepat. Soalnya ini terkait dengan masalah produksi yang akan turun drastic jika pemerintah tidak segera memberi kepastian mengenai siapa operator pasca 2017. Total pun tidak berani memberikan investasi karena jika itu dilakukan, maka dipastikan tidak akan kembali jika kontraknya tidak diperpanjang. Jadi, bagaimana Pak Menteri? Jangan sampai muncul plesetan sinis: “Jero, the minister of zero.”


Chandra Winata, lahir di Surabaya, tinggal di Jakarta, suka dengan kasus social ekonomi.



Keterangan Foto:
1. Dokumentasi milik Republika.com
2. DOkumentasi milik Kementrian ESDM