Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengusulkan
pemerintah untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Artinya, PT
Pertamina (Persero) harus menghentikan impor jenis bensin RON 88. Sebagai
gantinya Pertamina harus menggantikannya dengan memperbanyak impor produk
Pertamax RON 92.
Salah satu latar belakang dikeluarkannya
rekomendasi tersebut adalah formula penghitungan harga indeks pasar untuk
premium dan solar berdasarkan data masa lalu yang sudah relatif lama sehingga
tidak mencerminkan kondisi terkini. Publikasi internasional saat ini pun tidak
mencatumkan RON 88. Produk ini dinilai
tidak transparan dan likuiditas di market pun tidak banyak. Adapun yang
ada di pasar internasional saat ini adalah bensin RON 92 karena memang produk
inilah yang banyak diperdagangkan di pasar internasional. Dengan demikian,
mekanisme penetapan harga pasar jauh lebih transparan dibanding menggunakan
Mogas 88
Tidak transparannya penghitungan jenis BBM tersebut
diperkirakan bisa memicu terjadinya mafia. Praktek tidak transparan ini pada
akhirnya akan menimbulkan kerugian yang tentu saja merugikan banyak orang. Maka
tidak heran jika Tim Reformasi merekomendasikan penghapusan impor premium 88.
Harga minyak mentah dunia saat ini berada masih
dalam tren melemah. Akibatnya, selisih harga keekonomian bensin Ron 88 dengan
bensin non subsidi seperti Pertamax 92 sudah tipis. Melemahnya harga minyak
dunia, tipe Brent hingga Texas, bisa dipakai menghapus dan mengganti bensin
jenis Ron 88 menjadi bensin jenis Ron 92. Disamping selisih harga rendah,
selama ini bensin Ron 88 merupakan produk minyak Ron 92 yang diturunkan
kualitasnya.
Ke depan, Faisal berpadangan sebaiknya subsidi BBM
memakai skema subsidi tetap atau fix. Hal ini bisa membantu pemerintah di dalam
mengerem bocornya alokasi anggaran subsidi di APBN jika harga minyak dunia
kembali melonjak.
Meski demikian Tim Reformasi menyadari bahwa proses
transisi kemungkinan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan tim akan
memberikan tenggat waktu hingga lima bulan ke depan.
Lalu mungkinkah rekomendasi tersebut diaplikasikan?
Pertamina sendiri menyatakan bahwa rekomendasi tersebut tidak dapat dilakukan
secara langsung, melainkan dilakukan secara bertahap. Hal ini terkait dengan
produksi kilang Pertamina untuk Ron 92 yang dibutuhkan nasional juga masih
belum mencukupi, di mana hanya 200.000 barel per bulan. Terbatasnya produksi
dari kilang Pertamina tersebut membuat perusahaan pelat merah ini tetap
melakukan impor Ron 92.
Dalam jangka panjang mungkin memang Pertamina dapat
melakukan penghapusan premium karena terkait dengan rencana perusahaan untuk
melakukan upgrade kilang-kilangnya.
Perusahaan plat merah tersebut telah menandatangani
empat Nota Kesepahaman dengan tiga perusahaan minyak dan gas global, yakni
Saudi Aramco, Sinopec dari China dan JX Nippon Oil and Energy Corporation dari
Jepang untuk kerjasama peningkatan kapasitas
dan upgrade lima kilang terpilih di Indonesia melalui konsep
Refining Development Master Plan (RDMP). Ekspansi dan upgrade
kilang-kilang tersebut diperkirakan memerlukan investasi yang signifikan, yaitu
sekitar $25 miliar selama sepuluh tahun ke depan.
Proyek-proyek ini diharapkan dapat
melipatgandakan kapasitas produksi kilang. Hal ini dapat diwujudkan melalui
peningkatan kompleksitas kilang untuk meningkatkan hasil produksi bahan bakar
utama, dan pelipatgandaan kapasitas unit pengolahan minyak mentah (CDU) dari
820.000 barrel per hari (bph) menjadi 1,680 juta bph.
Secara khusus, produksi bensin akan meningkat
sebanyak 3,3 kali lipat dari 190.000 bph menjadi 630.000 bph, produksi diesel
akan meningkat sebanyak 2,4 kali dari 320.000 bph menjadi 770.000 bph, dan
produksi bahan bakar avtur akan meningkat dari 50.000 bph menjadi 120.000 bph
dimana fase akhir dari proyek diperkirakan akan selesai di tahun 2025.
Dilihat dari angka kapasitas produksi yang
akan meningkat dua kali lipat, memang proyek modifikasi kilang ini sangat
menarik. Investasinya jauh lebih murah dibandingkan dengan membangun kilang
yang baru, namun sama-sama dapat memberikan nilai tambah dan bahkan mengurangi
angka impor di masa mendatang.
Nah
jika proyek-proyek tersebut telah selesai digarap, maka niscaya penghapusan
premium akan mudah untuk diimplementasikan.