Kasus divestasi Newmont Nusa Tenggara bisa menjadi
pelajaran mahal untuk Indonesia. Bisa dibilang pemerintah kecolongan saat itu sehingga
jatah pemerintah daerah akhirnya dikuasai oleh pihak swasta. Jangan lagi kasus
ini terulang di Blok Mahakam.
Ribut-ribut Pemda Kaltim yang ingin
memiliki saham di Mahakam mengingatkan kita pada kasus divestasi Newmont.
Apalagi Pemda Kaltim secara jelas telah mengatakan akan menggandeng perusahaan
swasta Yudistira Bumi Energi. Yudistira akan menjadi mitra
perusahaan daerah PT Mandiri Mitra Perdana. Keduanya telah menandatangani nota
kesepahakam kerjasama di Mahakam pada tahun 2010.
Dalam MoU tersebut terdapat klausul pembagian
saham sebesar 25 persen untuk PT MMP dan 75 persen untuk PT YBE. Jelas, pihak
swasta lebih besar daripada pemda sendiri. Inilah yang membuat pemerintah
secara tegas menolak keikutsertaan asing lewat pemda karena tidak ingin kasus
divestasi Newmont terulang.
Masalah divestasi Newmont bermula dari
kewajiban divestasi saham milik asing sebesar 51%. Pemerintah daerah setempat
terhitung paling berminat dan lantas membentuk PT Daerah Maju Bersaing (DMB).
Perusahaan ini bentukan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), Pemkab
Sumbawa, dan Pemkab Sumbawa Barat. Mereka lantas membentuk konsorsium PT Multi
Daerah Bersaing (MDB), hasil kerjasama dengan anak usaha Grup Bakrie yakni PT
Multicapital dibawah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pada 23 Juli 2009. Sayangnya,
manajemen MDB didominasi oleh Multicapital atau sebanyak 75%.
Dalam MoU disebutkan, jumlah investasi
MDB untuk pembelian saham NNT sebesar 24% senilai US$ 865 juta atau Rp 8,6
triliun dari target investasi, yaitu US$ 1,1 miliar. Ini telah memberikan
manfaat kepada daerah antara lain DMB telah menerima advance dividen dari
Multicapital sebesar US$ 4 juta. Pemda sendiri memperoleh manfaat US$ 38 juta
yang telah diwujudkan dalam berbagai program pembangunan.
Multicapital sendiri bertanggung jawab
untuk menyediakan seluruh pendanaan baik secara langsung maupun tidak langsung
untuk pembelian seluruh saham divestasi NNT. DMB tidak akan pernah dibebani
oleh hutang pendanaan yang timbul dalam rangka pendanaan pembelian saham
divestasi NNT tersebut. Pada 2010, NNT telah membayar dividen sebesar US$ 500
juta atau Rp 4,3 triliun, yang dibayarkan kepada MDB senilai US$ 120 juta.
Rinciannya, US$ 90 juta disetor untuk Multicapital dan MDB hanya kebagian US$
30 juta.
Lebih celakanya Multicapital ternyata
meminjam dana ke lembaga keuangan internasional bernama Credit Suisse Singapura
(CSS) dengan jaminan saham NNT. Dividennya pun untuk pembayaran pinjaman.
Dividen itu kabarnya tidak diterima pemda karena digunakan untuk membayar utang
MDB ke CSS. Padahal mestinya ketiga pemda yang memiliki saham Newmont melalui
anak usahanya DMB bisa mengantungi US$ 30 juta dari dividen Newmont.
Nah atas hal itulah, pemerintah saat ini tengah
mempersiapkan regulasi terkait hak
partisipasi proporsi kepemilikan pengelolaan Blok Mahakam di Kutai, Kalimantan Timur. Hak partisipasi sebesar
10% hanya untuk daerah, sehingga jika ada perusahaan swasta dan internasional
yang ingin masuk melalui hak partisipasi yang dimiliki daerah tetap harus
mengikuti aturan tender.
Pemerintah juga tengah menggodok kemungkinan tidak
memberikan hak partisipasi di Blok Mahakam pada Pemda Kaltim. Pemerintah
daerah, Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutai Kartanegara akan langsung mendapatkan
dividen atau bagi hasil keuntungan dalam bentuk tambahan bagi hasil dari
pengelolaan Blok Mahakam. dengan tidak memberika saham partisipasi, pemda akan
terhindar dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya.
Gubernur Kalimatan Timur Awang Faroek Ishak sendiri menolak
usulan tersebut. Pihaknya bahkan menyatakan pemerintah pusat jangan menganggap
Pemprov Kaltim bodoh terkait Blok Mahakam.
"Apa kita dianggap bodoh apa. Apa dianggap
pusat itu lebih tahu. Kita ini lebih pengalaman. Misalnya pengelolaan blok itu
kan di Kaltim, kita terlibat di dalamnya. Kesulitan dan kemudahan yang dialami
pengelola itu kita tahu. Sekali lagi, jangan mengingkari hak kita yang sudah
diputuskan di Undang-Undang. Kalau menteri berkata begitu, kita akan
tolak," tambah Awang.
Penolakan itu akan dilakukan secara resmi. Pemprov
Kaltim bersama DPRD Kaltim akan melakukan penolakan, sesuai prosedur. Dia
menekankan soal pembagian saham 10% dalam bentuk Participating Interest (PI)
merupakan amanat UU, sehingga pembagian hak partisipasi daerah tidak bisa
dikurangi maupun diubah.
Sementara, soal penentuan hak partisipasi
daerah diserahkan ke Pertamina sebagai pemegang saham mayoritas di Blok Mahakam
nantinya, Awang mememinta Menteri Sudirman untuk belajar lagi. Menteri ESDM,
kata Awang, harus memahami maksud dari pemerintah.
Lepas dari itu, seharusnya Pemda Kaltim
menyadari bahwa pengelolaan Mahakam tidak hanya melulu mengejar untung.
Melainkan ada faktor kompetensi, baik teknologi, SDM dan keuangangan yang
dimana Pemda memiliki keterbatasan. Jadi tidak bisa tidak, Mahakam harus dikelola
oleh pihak yang benar agar terhindar dari penurunan produksi.