Kamis, 29 Januari 2015

Perlunya Pertamina Menggandeng Total di Blok Mahakam

Saat ini mata semua orang mengarah ke Pertamina terkait dengan rencananya dalam mengelola Blok Mahakam. Perusahaan plat merah tersebut berjanji menyelesaikan hasil kajiannya pada media Februari mendatang. Tentunya Total hanya tinggal menunggu waktu, akankah dilibatkan Pertamina dalam mengelola Mahakam? Dan apakah pentingnya Pertamina menggandeng Total di Mahakam?

Jelas sudah, Mahakam adalah blok tua yang membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Total dan Inpex harus menggelontorkan dana di sekitar angka US$2,5 miliar per tahunnya untuk mengelola blok itu.  Suatu angka yang tidak main-main karena sangat amat besar.

Untuk tahun ini, Total berencana membelanjakan Rp 24 trilliun untuk mengelola Mahakam. Total ingin mengembangkan 120 sumur pengembangan dengan perkiraan kebutuhan dana sebesar USD1,25 miliar atau Rp12,5 triliun. Untuk well intervention, perusahaan asal Prancis ini mengalokasikan Rp300 miliar.
Sementara untuk proyek, terutama pengembangan anjungan, dana yang disiapkan sebesar Rp250 miliar. Ada juga untuk operasi produksi dan administrasi umum sebesar Rp600 miliar.

Nah apakah Pertamina memiliki dana sebesar itu? Mungkin ada, namun tentunya perusahaan memiliki prioritas lain. Sebagai bayangan saja. Pertamina, berencana akan memotong biaya investasi tahun ini, dari rencana US$5-7 miliar, akan ditekan jadi sekitar US$3-5 miliar. Tentunya amat tidak mungkin jika Pertamina hanya membelanjakan sebagian besar belanja modalnya hanya untuk Mahakam.

Apalagi Pertamina ingin melakukan ekspansi ke luar negeri untuk meningkatkan produksi. Saat ini produksi Pertamina masih kalah dari Petronas. Perusahaan migas asal malaysia itu mampu berkontribusi hingga 70 persen dari produksi minyak nasional dan NOC lain minimal bisa sampai 50 persen. Dan lagi jika Mahakam salah urus, bukan tak mungkin hanya akan memakan dana yang lebih besar dengan produksi yang terus turun.


Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto sendiri pernah mengatakan, untuk menjaga kesinambungan operasi, pihaknya tetap akan melibatkan PT Total E&P Indonesie dalam pengelolaan blok Mahakam. Pertamina mengusulkan agar lapangan Mahakam diambil alih Pertamina 100 persen. Kemudian, Pertamina akan mengoperasikannya dengan pihak-pihak lain, seperti Total.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bakal mengambil putusan terkait perpanjangan kontrak blok Mahakam di Kalimantan Timur pada Februari mendatang.


Saat ini, pemerintah tengah mematangkan sejumlah poin kesepakatan yang bakal dituangkan dalam kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) Blok Mahakam.

Rabu, 28 Januari 2015

Total Siap Investasikan Rp 24 Triliun di Blok Mahakam

Total E&P Indonesie akan menginvestasikan dana untuk Blok Mahakam sebesar Rp24 triliun pada tahun ini. Suatu langkah yang fantastis di tengah ketidakpastian akan nasib Total setelah kontrak berakhir tahun 2017. Angka tersebut sangat besar di tengah banyaknya perusahaan yang membatalkan investasinya di tengah krisis harga minyak yang terus melemah.

Rencana investasi tersebut dirumuskan melalui Work Program & Budget (WP&B) yang ditetapkan pemerintah melalui SKK Migas.
Pada tahun ini, Total berencana untuk mengembangkan sumur yang mencapai 120 buah dengan dana sebesar USD1,25 miliar atau Rp12,5 triliun. Untuk well intervention, perusahaan asal Prancis ini mengalokasikan Rp300 miliar.
Sementara untuk proyek, terutama pengembangan anjungan, dana yang disiapkan sebesar Rp250 miliar. Ada juga untuk operasi produksi dan administrasi umum sebesar Rp600 miliar.

Langkah rencana investasi Total ini layak mendapatkan pujian lantaran hingga saat ini Pertamina masih mengkaji siapa partner yang layak dalam mengelola Mahakam. Bahkan dalam proposal perpanjangannya, Total mengajukan opsi untuk menginjeksikan dana sebesar $73 miliar jika memang kontrak Mahakam diperpanjang.

Masyarakat Indonesia dan juga tentunya Total dan Inpex telah menanti kepastian status pengelolaan Mahakam sejak tahun 2008. Namun nyatanya pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono -di dua kali masa kepemimpinannya- gagal mengambil keputusan krusial tersebut. Padahal keputusan cepat tersebut sangat penting karena menyangkut masa depan produksi terkait dengan rencana investasi dan pengelolaan blok dalam jangka panjang.

Dan kini pemerintah memberikan blok tersebut kepada Pertamina. Meski tampaknya Pertamina sudah memberikan kesan akan turut menggandeng Total pasca 2017. Keputusan Pertamina adalah benar. Bagaimana tidak, hingga kini Mahakam adalah blok yang menghasilkan gas terbesar di Indonesia. Salah urus hanya akan menyebabkan produksinya jeblok. Padahal blok Mahakam juga memenuhi kebutuhan domestik, dari LNG terapung milik Pertamina hingga industri di Kalimantan Timur.

Selain untuk memenuhi kebutuhan domestik, Mahakam juga memasok gas untuk PT Badak NGL yang mengelola kilang Bontang. Mahakam memasok sekitar dua per tiga dari total kebutuhan PT Badak. Selanjutnya gas yang telah diolah menjadi LNG tersebut akan dikirimkan ke sejumlah negara yang terikat kontrak dengan Indonesia, seperti Jepang, Taiwan dan Korea Selatan.

Akankah perpindahan operatorship akan mengganggu keberlangsungan kontribusi Mahakam selama ini? Tentu saja potensi ke arah itu sangat terbuka lebar. Bagaimanapun juga perpindahan operatorship membutuhkan masa transisi, yang durasinya bisa mencapai 5-10 tahun. Tampaknya akan sulit rasanya perpindahan operatorship tanpa masa transisi akan dapat berjalan smooth dan tidak berpengaruh terhadap produksi. Makanya joint operation bisa jadi merupakan solusi ideal yang dapat diambil untuk mengatasi dilema masalah Blok Mahakam.


Kini keputusan tersebut ada di tangan Pertamina dan pemerintah. Harapan rakyat tentu saja, keputusan yang diambil tidak hanya berlandaskan ego sektoral, melainkan keberlangsungkan kontribusi Mahakam terhadap keuangan negara.

Rabu, 14 Januari 2015

Jika SKK Migas Jadi BUMN

Tim Reformasi Tata Kelola Migas sedang mengkaji kelembagaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Salah satu opsinya adalah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bagaimana ke depannya?

Masalah status SKK Migas hingga kini belum juga usai. Padahal banyak investor yang bertanya-tanya bagaimana status definitif lembaga tersebut. Apalagi otoritas lembaga ini dalam industri hulu migas sangat signifikan.

Nah, Tim Reformasi besutan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ternyata telah melakukan kajian dengan mentransfomasi bentuknya menjadi BUMN.  Dengan menjadi BUMN, nantinya SKK Migas hanya mengurusi bisnis minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. SKK Migas tidak lagi berwenang mengatur dan mengawasi kegiatan bisnis hulu migas. Urusan regulatosi dan pengawasan diserahkan kembali ke pemerintah sehingga  SKK migas jadi entitas bisnis," ujar Fahmi di Gedung

Kelembagaan SKK Migas nantinya juga akan mengacu pada Undang-Undang Migas yang saat ini sedang di amandemen. Fungsi pengawasan dan regulasi akan dipegang oleh Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM. Sementara penandatanganan kontrak kerja sama migas dilakukan oleh SKK Migas. Pemisahan fungsi tersebut bisa mengurangi resiko jika ada gugatan dengan pihak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S). Ini karena kegiatan bisnis dilakukan antar pelaku usaha (business to business/B to B), tidak lagi pemerintah dengan pelaku bisnis (goverment to business/G to B).

Tim Reformasi berharap rekomendasi mengenai kelembagaan SKK Migas akan selesai bulan depan. Rekomendasi ini akan selesai bersamaan dengan rekomendasi mengenai amandemen undang-undang migas. Namun, Fahmi belum bisa mengatakan apakah BUMN tersebut sama seperti BUMN Khusus seperti yang diusulkan oleh SKK Migas.

Sebelumnya Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi juga mengusulkan lembaganya menjadi BUMN khusus, yang berada di bawah Kementerian ESDM. Fungsinya bukan untuk menyetor dividen, tapi untuk mengawasi perusahaan-perusahaan migas. Dia menjelaskan, usulan perubahan bentuk badan hukum SKK Migas, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36/PUU-X/2012. MK memutuskan untuk membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Menurut pandangan MK, pihak yang dapat melaksanakan pengelolaan sumber daya alam migas hanya badan usaha.  

Banyak investor yang menilai apapun bentuknya SKK Migas nanti, namun kepastian itu harus diberikan segera. Pasalnya hal ini sangat penting sebagai jaminan bagi investor migas untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia. Tanpa bentuk yang definitif dan dapat berubah setiap waktu, tentunya akan memberikan tambahan resiko sendiri bagi investor.

Dengan demikian diharapkan apapun bentuk rekomendasi Tim Reformasi nanti akan segera dibahas dan dituangkan dalam amandemen UU Migas antara DPR dan pemerintah.

Rabu, 07 Januari 2015

KADIN Pertanyakan Penunjukkan Pertamina di Blok Mahakam Pasca 2017

Kamar Dagang dan Industri (KADIN) mempertanyakan keputusan pemerintah yang menyerahkan Blok Mahakam kepada Pertamina pasca 2017. KADIN menilai seharusnya blok yang habis masa kontraknya dikembalikan ke negara terlebih dahulu. Lalu bagaimana seharusnya pemerintah menyikapinya?

Pertanyaan KADIN seputar Blok Mahakam itu dicetuskan oleh Ketua Komite Tetap Hulu Migas Kadin Firlie H Ganinduto. Menurutnya penunjukkan Pertamina secara langsung itu cukup mengherankan karena bagaimana blok tersebut adalah milik negara.

"Dia (Pertamina) penerima pengembalian kontrak KKKS yang sudah berakhir, contoh Blok Mahakam. Kontrak yang sudah berakhir itu harus dikembalikan ke negara, bukan Pertamina. Secara legal tidak masuk akal. Harusnya dikembalikan ke negara, dan negara yang memilih siapa yang akan mengelola kemudian," ujar Firlie H Ganinduto.

Pernyataan ini sedikit banyak menimbulkan tanda tanya, yakni bukankah Pertamina itu adalah Badan Usaha Milik Negara yang merupakan perpanjangan pemerintah. Apalagi Pertamina juga memiliki kewajiban untuk menyetorkan deviden sebesar belasan triliun rupiah setiap tahunnya. Meski demikian, jika dilihat dari angle yang berbeda, mungkin KADIN melihat bahwa sebenarnya pemerintah harus menunggu kontrak tersebut habis sehingga baru ditunjuk operator yang baru.

Memang menjelang akhir tahun 2014, pemerintah membuat keputusan yang sedikit mengejutkan, yakni memberikan kesempatan kepada Pertamina untuk mengambil alih Mahakam. Pertamina diminta melakukan kajian dan menuangkan ke dalam proposal mengenai rencana korporasi terhadap pengelolaan Mahakam pasca 2017.

Meski demikian, pemerintah tetap memberikan embel-embel dan catatan terhadap keputusannya itu, yaitu tetap meminta Total dikutsertakan dalam pengelolaan Mahakam. Apalagi Total sudah menyatakan kesanggupannya untuk memberikan kesempatan kepada Pertamina untuk mengelola blok miliknya di luar negeri secara bersama. Pemerintah menilai inilah peluang emas yang harus ditangkap Pertamina.

Pertamina sendiri meminta waktu selama tiga bulan untuk melakukan kajian. Jika tidak ada aral merintang, Pertamina akan menyelesaikan proposal pengelolaan Blok Mahakam pada medio Maret tahun ini. Dalam proposal tersebut Pertamina akan membeberkan segala macam rencananya demi kelangsungan blok tersebut. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto sendiri mengakui bahwa korporasi akan membutuhkan mitra dalam mengelolanya.

Memang harus diakui bahwa perpindahan operatorship berpotensi mengganggu keberlangsungan produksi Mahakam.  Perpindahan operatorship membutuhkan masa transisi, yang durasinya bisa mencapai 5-10 tahun. Tampaknya Pertamina menyadari bahwa akan sulit rasanya perpindahan operatorship tanpa masa transisi akan dapat berjalan smooth dan tidak berpengaruh terhadap produksi. Makanya joint operation bisa jadi merupakan solusi ideal yang dapat diambil untuk mengatasi dilema masalah Blok Mahakam.

Dengan demikian, pendeknya keikutsertaan Total di pengelolaan Mahakam pasca 2017 tetap dibutuhkan. Kolaborasi antara Pertamina dan Total adalah solusi terbaik dalam mengatasi masalah Mahakam. Hal ini harus dilakukan demi menjaga kelangsungan produksi Mahakam. Bagaimanapun sebagai blok yang memproduksi gas terbesar di Indonesia, kontribusi Mahakam dalam anggaran belanja negara cukup signifikan. Salah urus dalam pengelolaanya akan berdampak negatif pada produksi dan keuangan negara.

 

Kamis, 01 Januari 2015

Peran Petral Dalam Tender Minyak Dikebiri

Tribunnews.com
Tim Reformasi Tata Kelola Migas merekomendasikan pemerintah untuk mengalihkan peran anak perusahaan Pertamina Petral di Singapura dalam pengadaan minyak ke Integrated Supply Chain. Dengan demikian segala upaya pengadaan minyak sepenuhnya harus dilakukan Pertamina dari Indonesia. Peran Petral dikembalikan hanya sebagai market intelligence dalam pemenuhan kebutuhan minyak Pertamina.

Petral memang sering kali dikaitkan dengan keberadaan mafia migas. Mafia migas adalah Petral dan Petral adalah mafia migas. Begitulah stigma Petral yang sering berseliweran di kalangan masyarakat. Petral secara persepsi publik dan politik memang sudah bermasalah, sudah jelek Maka tak heran, jika sering muncul wacana untuk membubarkan Petral.

Kabar pengalihan fungsi tugas Petral sebenarnya adalah jalan tengah yang diambil oleh Tim Reformasi terkait adanya dugaan sebagai sarang mafia migas di tubuh Petral. Keputusan rekomendasi tim ini memang tidak sekeras rekomendasi Tim Transisi Jokowi-JK yang pernah mengatakan Petral akan dibekukan dan pemerintah akan melakukan audit investigatif terhadapnya. Selama proses pembekuan, masalah pembelian minyak mentah dan BBM dilakukan oleh Pertamina dan dijalankan di Indonesia.

Bahkan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah melontarkan wacana pembubaran Petral yang bermarkas di Singapura ini. Alasan pembubaran Petral ini agar Pertamina sebagai korporasi dapat menjalankan kinerjanya secara baik di sektor hulu. Dahlan Iskan menjelaskan, selama ini banyak yang menilai bahwa Petral merupakan ajang korupsi para pejabat dan petinggi Pertamina. Petral dijadikan ajang mendapatkan komisi dari ekspor impor minyak bagi orang-orang tertentu. Karena berdomisili di Singapura, menjadi sulit dikontrol.

Meski demikian publik memberikan apresiasi terhadap rekomendasi Tim Reformasi tersebut. Selain memberikan rekomendasi untuk mengalihfungsikan tugas Petral ke unit bisnis Pertamina, yaitu ISC, tim juga merekomendasikan agar penjualan dan pengadaan minyak mentah dan BBM oleh ISC harus dilakukan melalui proses tender terbuka dengan mengundang semua vendor terdaftar yang kredibel dan tidak terbatas pada National Oil Company.

Selama ini memang Pertamina mensyaratkan bahwa pembelian minyak mentah harus dilakukan melalui NOC. Namun kenyataannya, kata Ketua Tim Reformasi Faisal Basri, tidak semua NOC yang memenangi tender selalu memasok minyak produksinya sendiri, bahkan kerap memperoleh minyak dari pihak lain. Dengan demikian kebijakan tersebut perlu direvisi karena tidak membawa manfaat bagi Pertamina.

Selain itu, tim juga merekomendasikan pemerintah untuk mengganti segera manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manager. Dan juga pemerintah perlu melakukan audit forensik agar segala sesuatu yang terjadi di Petral menjadi terang benderang. Audit forensik dilakukan oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura serta negara terkait lainnya. Hasil audit forensik bisa dijadikan sebagai pintu masuk membongkar potensi pidana, khususnya membongkar praktik mafia migas.


Apapun hasilnya nanti, publik berharap agar pemerintah menerima dan menjalan rekomendasi tersebut. Setidaknya potensi adanya mafia migas sudah diusahakan untuk dibasmi.