Blok
Masela dan Blok Mahakam di Indonesia memiliki persamaan, meski tak 100% serupa.
Persamaannya, kedua blok ini sangat diharapkan pemerintah untuk menunjang
perekonomian negara di masa mendatang. Memang dari segi produksi, kedua blok
tersebut memang sangat amat menjanjikan dan sejalan dengan keinginan pemerintah
untuk meningkatkan produksi gas karena Indonesia sudah tak lagi kaya minyak.
Inpex memiliki saham di Blok
Mahakam dan Masela tersebut. Jika di Masela, Inpex menjadi operator, maka di
Mahakam perusahaan asal Jepang tersebut hanya sebagai non-operating company
dengan memegang saham sebesar 50%. Kedua blok ini sangat mengharapkan kepastian
dari pemerintah mengenai perpanjangan kontraknya. Jika Blok Mahakam baru akan
selesai kontraknya pada tahun 2017, kontrak Masela baru akan habis pada tahun
2028. Meski demikian para investor tersebut membutuhkan kepastian dari
pemerintah mengenai nasib perpanjangannya karena terkait dengan perencanaan
investasi jangka panjang.
Dalam mengelola Masela, Inpex
berminta dengan perusahaan asal Belanda, Shell. Kedua perusahaan tersebut
dengan mengembangkan lapangan gas Abadi yang berada di Masela sebagai
“green-field project” dengan menggunakan teknologi LNG terapung. Teknologi ini
baru pertama kali diterapkan di Indonesia. Jadi tidak heran jika Inpex
benar-benar serius dalam menggarapnya.
President & Chief Executive
Officer (CEO) Inpex Toshiaki Kitamura dalam pertemuannya dengan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono kemarin (18 September 2013), menyatakan keyakinannya
bahwa Proyek Abadi LNG akan berperan secara signifikan terhadap kemakmuran
jangka panjang bagi Indonesia.
Proyek Abadi menargetkan produksi awal LNG sebanyak 2,5 juta ton
per tahun dengan jangka waktu proyek selama 30 tahun. Kapasitasnya bisa bertambah jika
memang cadangan gas yang ada di blok tersebut telah berhasil disertifikasi. Untuk
itu Inpex juga sedang mengerjakan tahap
pengembangan lebih lanjut dari Lapangan Abadi dengan tujuan untuk mengembangkan
potensi besar gas Abadi secara penuh di masa depan.
Blok Masela akan memulai
produksi pertamanya sekitar pada tahun 2018-2019. Masalahnya, proyek tersebut
menjadi sangat tidak ekonomis jika hanya dilakukan dalam jangka waktu 19-20
tahun. Untuk itu Inpex mengajukan perpanjangan kontrak selama 20 tahun hingga
tahun 2048 agar proyek Masela menjadi ekonomis.
|
merdeka.com
|
Hal serupa juga terjadi pada
Blok Mahakam. Total E&P Indonesie sebagai operator blok teresebut meminta kepastian pemerintah untuk perpanjangan kontraknya karena
terkait dengan investasi yang akan ditanamkannya. Total dan Inpex telah komit
untuk menginvestasikan dana sebesar $7,3 miliar untuk mempertahankan level
produksi Mahakam di level 1,2 miliar kubik per hari dari 1,7-1,8 miliar kaki kubik per hari pada saat ini. Namun untuk mencapai angka 1,2 miliar kaki kubik per hari
tersebut terntunya Total harus melakukan eksplorasi sejak saat ini. Jika
tidak, maka produksi gas Mahakam akan
jeblok ke angka 500,000-800,000 kaki kubik per hari.
Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Jero Wacik mengaku pemerintah masih terus mengevaluasi usulan
perpanjangan Masela dan Mahakam karena ingin memastikan Indonesia akan
mendapatkan manfaat yang lebih banyak dari blok tersebut (Kompas, 19 September
2013).
Mengingat tahun depan adalah
tahun politik, sudah selayaknya pemerintah memberikan keputusan terkait dua
blok tersebut selambat-lambatnya pada tahun 2013. Selain memberikan kepastian
pada investor secepatnya, konsentrasi pemerintah pun belum terlalu buyar akibat
harus menghadapi Pemilu. Selain itu, PR yang dilakukan pemerintah masih sangat
banyak, misalnya saja amandemen UU Migas 2001. Jangan sampai hal-hal non-teknis
tersebut pada akhirnya hanya akan merugikan negara ini.