Selasa, 12 Mei 2015

Kendala Apalagi di Mahakam?

Mahakam belum juga tuntas, molor beberapa bulan dari target yang telah ditentukan. Kenapa bisa? Jelas karena ada keinginan pemerintah agar Pertamina masuk ke Mahakam sebelum masa kontrak Total saat ini berakhir tahun 2017. Padahal jelas-jelas klausul tersebut tidak terdapat dalam kontrak. Lalu apa dampaknya jika keputusan Mahakam terus diulur-ulur?

Masalah operatorship Mahakam memang ternyata tak mudah. Memang pemerintah sudah memutuskan Pertamina lah yang akan mengambilalih blok tersebut pasca 2017, meski perusahaan plat merah tersebut diperbolehkan untuk menggandeng mitra-mitranya. Pertamina sendiri sudah jelas menyatakan akan menggandeng Total. Meski demikian pemerintah tetap meminta Pertamina untuk masuk ke Mahakam sebelum kontrak saat ini berakhir, sebagai bagian dari masa transisi.

Pertamina sendiri mengaku bahwa masa transisi memang sangat penting karena pihaknya kita butuh menganalisa lebih lanjut untuk bagaimana supaya jangan ada penurunan produksi ketika di awal pengambilalihan lahan. Namun tentunya hal tersebut akan tidak mudah untuk direalisasikan karena masa transisi tidak terdapat dalam kontrak bagi hasil antara pemerintah dan Total. Sehingga tidak ada basis legalitas untuk memaksa Total memperbolehkan Pertamina masuk ke wilayah kekuasaannya.

Pertamina sendiri mengakui belum ada pembicaraan dengan Total terkait dengan masalah transisi yang diungkapkan pemerintah. Saat ini, menurut Pertamina, Total masih menanti keputusan terkait pengoperasian Mahakam dari pemerintah. Dengan demikian maka pembahasan terkait heads of agreements mengenai masa transisi sebelum 2017 yang diinginkan Pertamina belum dapat dimulai.

Tahun 2015 sudah hampir berjalan setengahnya. Semakin lama keputusan itu dibuat maka produksi Mahakam bisa terancam. Apakah mungkin jika permintaan masa transisi itu ditiadakan? Dan sebagai gantinya Pertamina secara definitif memilih Total untuk menjadi partnernya di Mahakam pasca 2017. Dengan demikian pengalihan operatorship akan dapat berjalan mulus.


Pemerintah memang menginginkan agar setidaknya Pertamina menjadi pemilik saham mayoritas di tahun 2018, meski bagaimanapun Total harus diikutsertakan. Memang di atas kertas Pertamina merasa mampu untuk mengelola Mahakam, meski harus diakui tampaknya perusahaan plat merah itu kemungkinan bisa kesandung masalah dana karena keterbatasan kemampuan. 

Pertamina, menurut ESDM, bersedia menginvestasikan dana sebesar US$ 25,2 miliar selama 20 tahun di Mahakam. Jika dibagi 20 tahun, maka hanya ada dana sekitar US$ 1,26 miliar yang diinjeksikan untuk Mahakam. Percayalah, kolaborasi Pertamina dan Total masih merupakan opsi yang terbaik dalam pengelolaan Mahakam. Untuk mewujudkannya, pemerintah harus bergerak cepat.

Sabtu, 09 Mei 2015

Reshuffle Besar-besaran di Sektor ESDM

Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan perombakan besar-besaran di jajaran eselon I dan II-nya. Tak hanya di Kementrian ESDM yang melakukan perombakan, Satuan Kerja Khusus Hulu Migas (SKK Migas) juga melakukan perombakan total atas seluruh deputinya. Tujuan perombakan di kedua lembaga ini bertujuan untuk penyegaran dan mendapatkan performa terbaik dalam industri ESDM. Benarkah?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, sepertiga dari posisi eselon I yang dirombak di kementeriannya diisi oleh orang baru. Sebanyak 11 posisi, termasuk staf ahli, 30%-nya orang baru. Sebagian promosi dari Eselon II, sebagian lagi diisi dari orang luar yang ikut melamar. Menurutnya komposisi ini merupakan kombinasi yang disarankan Presiden Joko Widodo supaya dilakukan penyegaran dalam enam bulan.

Salah satu dilantik adalah IGN Wiratmadja Pudja, dari jabatan sebagai Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kementerian ESDM menjadi Dirjen Migas definitif. Bersamaan dengan itu Menteri ESDM juga akan melantik pejabat Eselon II-ESDM. Lebih dari 40% Eselon II mengalami perombakan, promosi, rotasi, ada yang dari luar.

Memang harus diakui industri migas kerap mendapatkan sorotan tajam karena dianggap sebagai lahan basah dan licin. Jadi pejabat yang harus ada di sektor ini mau tak mau harus memiliki integritas dan iman yang kuat agar terhindar dari rayuan korupsi dan uang yang tidak halal.

Meski demikian, setelah enam bulan bekerja, sudah selayaknya pemerintah baru membuat keputusan dan kebijakan yang signifikan, tidak melulu hanya berkutat pada masalah reshuffle di sana-sini. Tampaknya sektor ini akhir-akhir ini mendadak hanya sibuk dengan memilih sumber-sumber daya manusianya ketimbang sibuk terjun ke masalah teknisnya. Masih banyak masalah teknis yang tak terselesaikan hingga kini. Sebut saja salah satunya yakni Mahakam yang masih terkendala dengan masalah masa transisi.


Kini reshuffle secara masif sudah dilakukan. Tidak ada alasan lagi untuk kembali lagi mengobok-obok perbaikan di sektor SDM. Kini saatnya sektor ini bekerja keras untuk mewujudkan keinginan pemerintah untuk mereduksi angka impor BBM dan minyak mentah dengan meningkatkan produksi migas nasional dan meningkatkan kegiatan eksplorasi.