Target pemerintah terkait
penyelesaian kasus Mahakam kembali meleset, dari April entah sampai kapan.
Padahal yang menjadi ironi, semakin lamanya keputusan terkait operatoship di
blok tersebut dibuat, maka akan semakin berdampak pada produksi dalam masa
jangka panjang.
Sebelumnya pemerintah
memastikan bahwa jika tidak ada aral melintang, pada medio April ini masalah
Mahakam akan selesai. Pada bulan ini diharapkan Pertamina dan Total mencapai
kesepakatan mengenai masa transisi dan juga rencana pengembangan Mahakam pasca
2017. Namun dalam hitungan hari, Mei akan segera menjelang.
Pertamina sendiri mengakui
belum ada pembicaraan dengan Total terkait dengan masalah transisi yang
diungkapkan pemerintah. Saat ini, menurut Pertamina, Total masih menanti
keputusan terkait pengoperasian Mahakam dari pemerintah. Dengan demikian maka
pembahasan terkait heads of agreements mengenai
masa transisi sebelum 2017 yang diinginkan Pertamina belum dapat dimulai.
Nah bisa dibayangkan jika saja
pembahasan tersebut belum dimulai, lalu kapan keputusan mengenai operatorship
bisa dilakukan? Bukan tak mungkin, itu baru terjadi dalam dua atau tiga bulan
mendatang. Dan tentu saja semakin lama keputusan itu diambil maka produksi
Mahakam bisa terancam.
Saat ini, selain transisi,
masalah krusial lainnya adalah siapa saja perusahaan yang akan digandeng
Pertamina per Januari 2018. Memang dalam berbagai kesempatan Pertamina senantiasa
menegaskan akan bekerjasama dengan Total. Pertamina sendiri telah menyiapkan
opsi untuk menggandeng Total E&P Indonesie dalam mengelola blok di delta
Sungai Mahakam tersebut. Syaratnya, Total memberikan masa transisi sebelum
kontrak pengelolaan berakhir pada 2017. Kemudian setelah 2017, Total akan turut
menjadi operator.
Selain Total, Pertamina diminta
pemerintah untuk juga menggandeng Pemerintah Daerah Kalimantan Timur. Yang
menjadi masalah pemerintah telah menegaskan bahwa pemda tidak boleh menggandeng
perusahaan swasta dalam mengelola Mahakam. Semua pendanaan harus dilakukan oleh
pemda sendiri agar mendapatkan manfaat sebesar-besarnya. Namun pemda juga telah
berkali-kali mengatakan bahwa tanpa pihak swasta, pihaknya akan sulit mendanai
Mahakam.
Kini pemerintah harus bergerak
cepat. Langkah awal adalah dengan memberikan surat keputusan ke SKK Migas. Dan
selanjutnya SKK Migas memberikan surat tersebut ke pihak Total. Secara pararel
mungkin Pertamina sudah mulai dapat melakukan diskusi dengan Total terkait
kemungkinan masa transisi. Memang harus diakui, permintaan masa transisi ini agak
sulit mengingat klausul tersebut tidak tercantum dalam kontrak kerja sama
(PSC). Jika ada pemaksaan dari pemerintah, tentu jelas itu akan mencederai
kontrak.
Meski demikian masa transisi
itu bukan mustahil terjadi jika memang timbal balik untuk Total dalam pengelolaan
Mahakam cukup ekonomis dan menguntungkan. Namun tentunya harus dilakukan
berdasarkan pendekatan business to
business dan simbiosis mutulisme bagi kedua belah pihak.
Pemerintah memang menginginkan
agar setidaknya Pertamina menjadi pemilik saham mayoritas di tahun 2018, meski
bagaimanapun Total harus diikutsertakan. Memang di atas kertas Pertamina merasa
mampu untuk mengelola Mahakam, meski harus diakui tampaknya perusahaan plat
merah itu kemungkinan bisa kesandung masalah dana karena keterbatasan
kemampuan. Pertamina, menurut ESDM, bersedia menginvestasikan dana sebesar US$
25,2 miliar selama 20 tahun di Mahakam. Jika dibagi 20 tahun, maka hanya ada
dana sekitar US$ 1,26 miliar yang diinjeksikan untuk Mahakam. Percayalah, kolaborasi Pertamina dan Total masih merupakan opsi
yang terbaik dalam pengelolaan Mahakam.