detikcom |
Bencana tengah melanda
Indonesia. Tak hanya kebanjiran yang melanda ibukota DKI Jakarta dalam beberapa
bulan terakhir, banjir dan tanah longsor yang menghanyutkan kota Menado
Sulawesi Utara sekitar dua pekan yang lalu, namun juga letusan gunung berapi
Sinabung di Sumatera Utara yang telah berlangsung beberapa waktu lamanya.
Untuk menunjukkan
empatinya sebagai kepala negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu memutuskan
untuk mengunjungi pengungsian Gunung Sinabung. Tindakan yang terpuji, meski
tampak sedikit terlambat. Mengapa ke Sinabung ketika erupsi sudah berlangsung
lama?
Kritisi terhadap kepala
negara tak hanya itu. Pasalnya untuk menyambut kedatangan orang nomer satu
republik ini dibutuhkan dana sebesar –yang awalnya dilansir- sebesar Rp 15
miliar. Dana tersebut dipergunakan untuk membangun tenda Very Important Person
(VIP) untuk presiden beserta jajaran menteri Kabinet Pembangunan jilid dua plus
Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang ikut dalam lawatan tersebut.
Jelas saja sontak rencana tersebut menuai kritis. Sejumlah pihak mengkritisi
hal tersebut dengan mengatakan presiden tidak memiliki sense of crisis dan
sense of urgency. Alih-alih merasakan penderitaan pengungsi yang tidur dalam
keadaan sempit-sempitan, presiden malah enak-enakan tidur di tenda mewah,
lengkap dengan pendingin ruangan dan toilet duduk.
Belakangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) membantah kabar penggunaan tenda seharga Rp 15 miliar oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono di Sinabung. Ditegaskan presiden akan menggunakan
tenda posko selama berkunjung di Sinabung. Menurut Kepala Pusat Data Informasi
dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, tenda posko itu biasa dipakai BNPB dan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk menampung pengungsi serta operasional
di lapangan. Harga tenda posko tak menjulang seperti isu yang berkembang,
tetapi hanya Rp 60 juta per unit.
Masih menurut BNPB, tenda posko semacam itu antara
lain pernah dipakai di tempat bencana di Way Ela Maluku, di Mentawai, gempa
Aceh, serta banjir Jakarta. Tenda posko bersifat multifungsi. Di Way Ela, saat
tanggap darurat banjir bandang, tenda digunakan untuk posko, sekolah darurat,
dan pengungsi. Adapun di Aceh digunakan untuk pengungsi, musala, dan
penampungan logistik.
Tenda serupa di Mentawai dipakai untuk aktivitas
rehabilitasi dan rekonstruksi. Di Yogyakarta, tenda digunakan untuk gladi,
sedangkan di Monumen Nasional Jakarta digunakan untuk logistik penanganan
banjir.
Baiklah mari kita hitung Rp 60 juta per unit untuk
sebuah tenda. Itu baru satu unit, sedangkan rombongan presiden akan membutuhkan
berunit-unit. Tapi akal sehat tetap mengatakan tenda tersebut masih terhitung
mahal. Dengan uang Rp 60 juta sudah berapa nasi bungkus yang dapat dibagikan ke
masyarakat yang sedang terkena bencana? Sudah berapa rumah sederhana yang dapat
dibangun pasca bencana? Dimanakah letak sense of crisis dan sense of urgency
para pemimpin negara ini?
Lain presiden, lain pula dengan ibu negara Ani
Yudhoyono. Ketika semua rakyatnya tengah sibuk berjibaku melawan banjir dan
gunung meletus, ibu negara malah sibuk dengan instagramnya. Pekan
lalu Ibu Ani mengunggah foto cucunya, Airlangga Satriadhi Yudhoyono, yang
sedang bermain piano mainan di Instagram. Foto itu diunggah Selasa (14/1/2014)
dengan caption “Do Re Mi Fa Sol La Si…..
Do Re Mi Fa Sol La Ti….. Photo by
Ani Yudhoyono F/4,5 . 1/100 . ISO 400. Lensa 18-200.”
Gambar ini sebenarnya tidak ada sangkut pautnya
dengan banjir Jakarta hingga salah seorang follower Instagram Ibu Ani,
@zhafirapsp, mempertanyakan soal banjir Jakarta. “Di saat rakyatnya yang sedang
kebanjiran, ibu negara malah sibuk dengan akun instagramnya :)),” kata
@zhafirapsp
Nah, Ibu Ani merespons komentar ini dengan
tanggapan pedas. “@zhafirapsp Lho ibu Jokowi dan ibu Ahok ke mana ya? Koq
saya yang dimarahi?,” katanya.
Kontan saja hal tersebut kembali menuai kritik.
Bukan apa-apa, masalahnya tragedi banjir bukan hanya terjadi di Jakarta,
melainkan yang lebih parah terjadi juga di Menado. Menurut Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, BNPB, jumlah korban tewas akibat banjir di Manado setidaknya
mencapai 13 orang. Banjir ini terjadi di enam kabupaten/kota yaitu Manado,
Minahasa Utara, Kota Tomohon, Minahasa, Minahasa Selatan, dan Kepulauan
Sangihe.
Jika bencana tersebut sudah masuk kategori bencana
nasional, apakah masih pantas seorang ibu negara malah sibuk dengan instagramnya
dan tidak berempati sama sekali dengan rakyatnya? Inikah potret
pemimpin-pemimpin negeri ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar