Rabu, 08 Januari 2014

Mengulas Bisnis Industri Hulu dan Hilir Pertamina di Indonesia

inilah.com
Pro dan kontra kenaikan harga elpiji di awal tahun 2014 masih belum lepas dari ingatan kita. Saat itu masyarakat tercengang dengan keputusan Pertamina untuk menaikan harga elpji sebesar 68 persen atau sekitar Rp 3.900/kilogram. Padahal untuk kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 1.000/liter saja, pemerintah sudah melakukan sosialiasi sejak jauh-jauh hari. Bukankah elpji dan BBM adalah sama-sama bahan bakar yang terkait erat dengan hajat kehidupan orang banyak?

Makanya tak heran jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera ikut campur dengan menyatakan bahwa Pertamina harus melakukan review terkait dengan kenaikan tersebut. Dan akhirnya, seperti sudah ditebak harga diturunkan. Sehingga kenaikan harga hanya sebesar Rp 1.000/kg dari harga semula sebesar Rp 5.850/kg. Banyak kejadian menggelikan yang terjadi dalam kasus kenaikan elpiji ini. Ibarat masyarakat sedang menonton dagelan ala srimulat di panggung pemerintahan.

Pertama, sejumlah menteri terkait seperti Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dan Menter Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengaku pemerintah tidak bisa intervensi urusan Pertamina. Pasalnya kenaikan harga elpji adalah kewenangan korporat. Bagaimana bisa hal tersebut terjadi? Pertamina adalah BUMN, setiap kebijakan perseroan harus melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham yang dipegang oleh pemerintah. Lalu bagaimana pemerintah mengatakan tidak bisa intervensi? Namun memang pada akhirnya Dahlan Iskan mengakui kesalahannya dengan mengatakan ‘semua salah saya’.

Kedua, sejalan dengan akan digelarnya Pemilihan Umum pada April tahun ini, sejumlah partai politik mengambil kesempatan untuk menarik perhatian konsituen dengan menolak kebijakan kenaikan. Yang lebih menggelikan lagi, Partai Demokrat turut menolak kebijakan tersebut. Bahkan Sekjen Partai Demokrat (Edhie Naskoro Yudhoyono menegaskan bahwa kenaikan hanya akan membebani biaya hidup rakyat dan meminta pemerintah dan PT Pertamina segera mengevaluasi dan membatalkan keputusan kenaikan tersebut.

Ketiga, usai menurunkan harga, Pertamina memperkirakan proyeksi pertumbuhan profit perseroan tahun 2014 akan turun dari semula 13,17 persen menjadi hanya 5,65 persen. tahun 2014, maka potensi dividen yang bakal diperoleh pemerintah dari badan usahanya ini juga akan ikut menurun.

Namun demikian, untuk besaran dividen yang akan diterima pemerintah dari Pertamina sendiri belum dipastikan. Pada tahun 2012, Pertamina menyetorkan Rp 7,74 triliun dividen kepada pemerintah.

Untuk itu pihak direksi mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2014 yang menyangkut proyeksi kerugian bisnis elpiji 12 kg bertambah menjadi sebesar US$ 510 juta atau sekitar Rp 5,4 triliun dengan asumsi kurs Rp 10.500 per US$.

Pertamina menargetkan laba bersih perusahaan sebesar US$3,44 miliar pada 2014 yang diperoleh dari pertumbuhan agresif pada seluruh lini bisnis perusahaan baik hulu maupun hilir. Sementara itu target perolehan pendapatan senilai US$79 miliar atau setara dengan Rp 830 triliun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar Rp10.500/US$. Angka pendapatan tersebut lebih tinggi sekitar 6% dibandingkan dengan prognosa pendapatan 2013. 

Di bawah kepempimpinan Karen Agustiawan, Pertamina memiliki ambisi besar untuk menjadi World Energy Company atau perusahaan energy multinasional. Pertamina berambisi dapat menyaingi perusahaan asal Malaysia Petronas dalam waktu dekat dan juga atau perusahan-perusahaan energi berstatus BUMN dari negara lain.
Tak mau kalah dengan Petronas yang memiliki twin towers, Pertamina juga akan membangun gedung pencakar langit di Jakarta Selatan. Gedung bernama Pertamina Energy Tower (PET) tersebut dimaksudkan sebagai representasi PT Pertamina yang bertransformasi menjadi perusahaan energi kelas dunia. Gedung yang membutuhkan dana sebesar Rp 200 miliar dan memiliki tinggi 530 meter tersebut akan menjadi landmark tertinggi di Indonesia yang direncanakan selesai dan disempurnakan pada 2020 mendatang. Fisik gedung sendiri diproyeksikan selesai dibangun 2014.
Tapi apakah memiliki gedung pencakar langit adalah jawaban untuk menjadi perusahaan kelas dunia? Mari kita lihat portfolio perusahaan. Pertamina di tahun 2013 memang melakukan aksi akuisisi secara besar-besaran. Miliaran dolar berhasil dikucurkan untuk mengakusisi blok-blok di Irak dan juga Aljazair. Sejumlah blok di dalam negeri juga tak ketinggalan.
Pada 2014,  Pertamina menargetkan produksi minyak bisa mencapai 284 ribu barel per hari dan gas 1.567 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/mmscfd). Angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan target 2013 sebesar  243.920 barel per hari atau naik 24,4 persen dibandingkan 2012 sebesar 196.060 barel per hari. Angka realisasi 2013 memang belum diaudit, namun diperkirakan tidak mencapai target.
Sebagai perusahan plat merah, Pertamina menguasai hampir seluruh blok-blok migas di negara ini. Bisa dikatakan Pertamina memonopoli industri migas di Indonesia. Namun mengapa produksi minyaknya hanya di kisaran 200.000 barrel per hari dan gas 1,5 miliar kaki kubik per hari? Apakah ada yang salah dalam kegiatan eksploitasi dan eksplorasi perusahaan?
Hingga saat ini Chevron masih merupakan penghasil minyak terbesar di angka sekitar 320.000-340.000 barrel per hari. Padahal produksi tersebut hanya berasal dari wilayah kerja di Sumatra tengah. Sementara produsen gas terbesar di Indonesia masih dipegang oleh Total E&P sebesar 1.7 miliar kaki kubik per hari.  Lagi-lagi produksi tersebut hanya berasal dari Blok Mahakam saja. Bisa dibayangkan satu blok dibanding dengan hampir seluruh blok di Indonesia ini, Chevron dan Total masih lebih unggul dibandingkan Pertamina.
Untuk itu sudah saatnya Pertamina membenahi diri. Tidak hanya sibuk memberi polesan, namun melakukan perbaikan dari dasar. Sebagai perusahaan migas, tentunya Pertamina harus memfokuskan diri pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Dan untuk itu banyak ilmu yang harus ditimba agar benar-benar bisa menjadi perusahaan nasional multinasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar